Faksi keadilan yang bertahan pada idealisme dan faksi kesejahteraan yang bersikap pragmatis

Di PKS saat ini muncul dua faksi: faksi keadilan yang bertahan pada idealisme dan faksi kesejahteraan yang bersikap pragmatis. Faksi kesejahteraan lebih dominan mewarnai PKS karena didukung Ketua Dewan Syuro dan Sekjen.

Pada Pilpres 2004 putaran I, PKS secara resmi memberikan dukungan kepada pasangan Amien Rais-Siswono Yudohusodo. Faktor Amien Rais yang berlatarbelakang akademisi, Muhammadiyah, dan tokoh reformasi dijadikan pertimbangan utama. Intinya, meski Ketua Umum PAN, personifikasi Amien Rais sangat PKS.

Adalah Hidayat Nur Wahid, elite PKS yang begitu mengunggulkan duet Amien-Sis untuk mereka dukung. Saat itu, Hidayat yang masih menjadi Presiden PKS, berhasil mempengaruhi suara mayoritas Dewan Syuro, lembaga yang sangat menentukan di PKS.

Namun, mimpi Hidayat untuk melihat Amien sebagai Presiden ke-6 RI tak berjalan mulus. Di internal PKS ternyata muncul faksi yang mendukung pasangan Wiranto-Salahudin Wahid yang tak kalah kuatnya. Faksi ini dimotori oleh Sekjen PKS Anis Matta.

“Alhasil, saat hari-H pencoblosan, suara PKS pecah dua, sebagian mengikuti putusan resmi partai, sebagian lagi mengarahkan dukungan ke Wiranto-Wahid, ” ujar peneliti Lembaga Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry

Sejarah mencatat, dua pasangan yang didukung kader-kader PKS itu sama-sama jadi abu alias kalah. Amien Rais bahkan sempat jengkel dan menuding PKS telah membohongi dirinya karena dukungan mereka tidak maksimal di pilpres.

“Mereka dulu pernah menipu (dengan yel-yel) PKS partaiku dan Amien Rais presidenku. Begitu sampai ke sana (Pilpres 2004) mereka tidak mau (mendukung Amien), lebih baik ke Wiranto,” ujar Amien Rais, seperti dikutip dari video rekaman yang beredar di situs Youtube alamat http://www.youtube. com/watch? v=LztqCn7YcGs, 6 November lalu.

Umar menilai, kekecewaan Amien Rais sebagai akibat dari sikap pragmatis yang diambil elite-elite PKS. Secara ideologi, mereka cenderung ke Amien, tapi karena kebutuhan pragmatis, tak sedikit elite yang melirik Wiranto. “Jadi, sikap pragmatis mereka sudah dari dulu,” tadasnya.

Menurut Umar, saat ini PKS terbelah menjadi dua faksi yang menjadi arus utama partai. “Yakni faksi keadilan dan faksi kesejaheraan, ” ujarnya. Faksi keadilan, menurutnya, terdiri dari kader-kader yang masih idealis, yang sebagian besar merupakan massa arus bawah (grass root). Sementara, faksi kesejahteraan terdiri dari kader-kader yang bersikap pragmatis. Faksi ini sebagian besar para elite di DPP.

Namun, menurut analis politik dari Charta Politika, Burhanuddin Muhtadi, tak semua elite di DPP PKS sepaham dengan pandangan faksi kesejahteraan. Mereka justru lebih condong ke faksi keadilan. Dalam faksi ini ada Hidayat Nur Wahid dan Nurmahmudi Ismail, dua mantan Presiden PKS terdahulu.

Faksi keadilan, lanjut Burhanuddin, dipelopori oleh Ustadz Abdi Sumaidi alias Abu Ridho. Dia adalah Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PKS. Selain Abu Ridho dalam faksi ini ada Mashadi, mantan anggota DPR. Mashadi kemudian tersingkir dari PKS dan membentuk Forum Umat Islam (FUI).

“Ustadz Abu Ridho sendiri mengakui, PKS sekarang sudah keluar dari jalur dakwah, karena sudah tampil dengan kreasi baru. Saya sendiri melihat pertarungan di internal PKS masih sangat ketat, karena waktu faksi kesejahteraan memelopori PKS sebagai partai terbuka dalam Mukernas di Bali, banyak penolakan dari faksi keadilan,” papar Burhanuddin Muhtadi

Saat itu, kata dia, keinginan PKS menjadi partai terbuka mencuat dengan meng-endorse caleg-caleg non-muslim. Tapi, ide ini ditentang beberapa elite PKS dan arus bawah. Sebab, jika PKS menjadi partai terbuka, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengubah platform.

“Faksi keadilan ingin mempertahankan jatidiri sebagai segmented party. Faksi kesejahteraan tidak ingin partai jadi segmented, tapi jadi partai terbuka yang menggarap semua kalangan, seperti model Golkar dan PDIP,” tutur penulis buku PKS dari Sudut Pandang Gerakan Sosial itu.

Meski banyak desakan dari kader dan elite agar PKS tetap bertahan sebagai partai yang mengedepankan idealisme, namun mereka kalah kuat dengan desakan dari faksi kesejahteraan yang dimotori oleh tokoh-tokoh muda yang mempunyai peran sentral di partai, seperti Anis Matta, Fachri Hamzah, Zulkiflimansyah, dan Mahfudz Shidiq. Faksi ini didukung oleh Ketua Dewan Syuro Hilmi Aminuddin.

Bahkan, Presiden PKS Tifatul Sembiring yang sebenarnya lebih srek ke faksi keadilan, tak bisa berbuat banyak. “Peran Anis Matta sangat dominan. Bahkan, ada joke yang mengatakan, ‘Presiden PKS boleh siapa saja, tapi sekjen tetap milik Anis Matta’. Terbukti, sampai berganti tiga presiden, Anis tetap jadi sekjen,” ujar Umar Bakry.

Tak mengherankan jika akhirnya muncul iklan Soeharto, meski elite-elite di DPP PKS sendiri sebetulnya belum bulat sikapnya soal itu. Umar dan Burhanuddin menduga, munculn sosok Soeharto dalam iklan PKS merupakan hasil kerja “kreatif” faksi kesejahteraan dengan kompensasi tertentu. “Masak sih nggak ada apa-apanya,” tanya Umar.

3 Tanggapan

  1. pks pasti maju kalau ide-ide Anis Matta terus dipresentasikan dalam laju pks

  2. pks maju bila tetap asholah dan allah oriented

  3. yah kita sebgai orang pinggiran cuma bisa doa dan ngomong supaya PKS ke jalur yang benar.

Tinggalkan komentar